ULAR TANAH
11 Februari 2015
Pagi dengan
udara sejuk kembali kurasakan dikampung ini yang begitu menyegarkan dan
meyehatkan. Tapi sayang seribu kali sayang, aku belum punya keberanian lebih
untuk berolahraga, aku belum bisa maksimal dalam memanfaatkan waktu yang ada,
terlalu banyak berleha – leha di depan komputer dan itu membuatku nyaman hingga
berjam – jam lamanya. Tapi nanti kedepannya akan aku agendakan, itu janjiku.
Di awal pagi ini, kucoba untuk ke sekolah
lebih awal dari biasanya, ingin melihat kebiasaan anak ketika datang di
sekolah, ternyata kekhawatiranku benar, mereka, begitu datang langsung main –
main, tanpa menghiraukan kelasnya yang kotor dan banyak sampah. Seperti biasa,
ketika mereka datang untuk menyalamiku, akupun mengatakan “kelasnya di sapu ya,
supaya bersih, nanti pak guru datanguntuk melihat kelas kalian satu per satu”.
Begitulah yang selalu aku katakan ketika berjumpa dengan mereka, tak sedkitpun
aku lelah untuk mengingatkan mereka.
Apel pagi inipun kubuat berbeda dari
biasanya, ku mulai pembimbing pemimpin yang akan membimbing apel pagi ini yang
diwakili oleh kelas 5. Awalnya mereka saling tunjuk menunjuk, setelah aku
memberi ancaman akan menghukum satu kelas jika tak ada yang mau pimpin,
akhirnya ada seorang yang maju untuk menjadi pemimpin, Sainta nama anak
tersebut. Ia pun keliatan sangat grogi dan merasa canggung di depan para teman
– temannya yang lain. Tapi dengan adanya diriku di belakangnya, yang memberikan
masukan dan motivasi akhirnya ia tau apa yang harus ia lakukan.
Aku paham jika metode ini mesti
seharusnya aku berikan contoh terlebih dahulu, jadi nanti kedepannya, aku akan
memanggil beberapa orang yang akan menjadi pemimpin untuk aku bina sebelum apel
berlangsung, agar mereka bisa paham dan mengerti apa yang akan mereka lakukan
ketika di depan teman – temannya yang lainnya.
Apel kali ini sengaja aku tak melakukan
operasi semut, karena aku ingin melihat kesadaran mereka dengan sekolahnya
terhadap sampah. Tapi ternyata aku memiliki ekspektasi terlalu tinggi terhadap
mereka. Benar saja, mereka belum sepenuhnya paham bahwa sampah tak boleh di
buang sembarangan tempat. Tapi setelah aku pikir – pikir, hal ini dikarenakan
tidak adanya fasilitas tempat sampah di masing – masing kelas. Dan mulai
terbersit di kepala ku untuk membuat tempat sampah dari ember – ember bekas.
Nanti akan aku ajak beberapa siswa untuk membuatnya, pikirku dalam hati.
Hari ini, aku akan masuk ke kelas 5,
berhubung ada jadwal matematika di dalamnya. Materi hari ini yaitu mengenai bilangan
desimal, aku coba untuk operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan desimal.
Setelah menjelaskan beberapa teori mengenai bilangan desimal terutama masalah
operasi penjumlahan dan pengurangan, mereka merasa menemukan sesuatu yang telah
hilang, raut wajah mereka ceria semuanya, bahagia terasa, karena dulunya mereka
tak paham sama sekali, sekarang mereka dengan mudah mengerjakan soal – soal
tersebut. Tapi yang aku sayangkan, ketika mereka aku beri soal latihan sebanyak
4 nomor, hanya ada 2 orang dari 28 siswa kelas 5 yang mendapatkan benar 3. Aku
sedikit miris, dengan keadaan seperti ini, nanti aku bakalan banyak memberikan
latihan soal – soal terkait dengan materi agar mereka terbiasa dengan itu
semua.
Setelah mengajar matematika, aku dan
anak – anak mencoba menghasilkan karya berupa buku tulis mini yang di dalamnya,
mereka mencantumkan cita – cita dan harapan mereka beberapa tahun kedepannya.
Benar saja, mereka sangat kreatif dan pandai dalam menggambar, banyak tempat
yang mereka ingin kunjungi baik di dalam maupun di luar negeri, aku hanya bisa
mengaminkan keinginan mereka pada saat ditempelkan pada salah satu dinding yang
telah disediakan di dalam kelas.
Selepas aku mengajar, aku duduk manis di
ruang guru sembari membaca buku “Kelana Guru 2 Musim” yang sedari dulu belum
khatam aku membacanya dan telah kuniatkan untuk menyelesaikannya hari ini. Tak
begitu lama aku membaca buku, kepala sekolah datang dan dimulailah diskusi
kecil – kecilan dengan beliau mengenai perkembangan anak untuk sekolah dasar.
Banyak hal yang kau pelajari dari percakapan ini. Ternyata kepala sekolahku ini
kurang lebih memiliki pemikiran yang sama terhadapku. Nantinya aku akan banyak
berbincang – bincang dengan beliau terkait dengan sekolah dan anak – anak,
apalagi kedepannya, aku akan mengadakan lomba kebersihan kelas, semoga bisa
terlaksana dengan lancar. Aamiin.
Tepat pukul 12.00 siang, bel panjang
berbunyi, pertanda bahwa saatnya pulang sekolah. Aku dan beberapa guru masih di
dalam kantor, menunggu para guru – guru yang lain meninggalkan kelas yang
diajarnya. Karena siang ini, kami akan “ngeliwet”
dalam bahasa sundanya, jika di terjemahkan ke dalam bahasa indonesia yaitu acara
makan – makan bersama. Ya betul bersama – sama, dengan alas daun pisang, aku
dan seluruh yang hadir hari ini, makan bersama, nasi di tuangkan di atas daun
pisang tersebut, di tambah lagi ada lalapan sayur dari daun pepaya dan daun
singkong, beserta lengkap dengan ikan bakar dan lomboknya. Sungguh luar biasa,
menyenangkan, penuh kekeluargaan dan tentunya penuh cinta, ea ea ea..hehehehe
Selepas pulang sekolah aku di sibukkan
dengan program istana anak dengan mengajarkan membuat burung origami sebagai
bekal mereka untuk menghias kelasnya kelak. Kegiatan ini berlangsung hingga
masuk waktu shalat ashar dan aku ajak anak – anak tersebut untuk shalat ashar
berjamaah di mesjid yang tak jauh dari sekolah.
Sore harinya selepas pelaksanaan istana
anak, aku mulai lagi membaca buku yang belum sempat aku tamatkan. Dan
alhamdulillah sore ini aku telah mengkhatamkan buku “Kelana Guru 2 Musim” yang
sedari dulu belum kelar aku baca. Selepas shalat Maghrib secara berjamaah
dengan pak Ajum. Aku, pak Ajum dan Pak Sapri berkunjung ke kampung Rorah Badak
karena ingin mendata beberapa warga yang anaknya akan di masukkan sekolah PAUD
oleh ibu lurah.
Perjalanan malam pun aku lalui, dengan
hanya bermodalkan senter dengan cahaya seadanya saja. Di perjalanan kami
bertemu dengan ular tanah yang ukurannya sekitar 30 cm dan sebesar jari
jempolku. Baru kali ini aku temukan ular tanah tersebut yang biasanya hanya aku
mendengar cerita dari warga sekitar tempat tinggalku. Untungnya ada pak Sapri
yang cekatan untuk membunuhnya, dan kami tinggalkan dalam keadaan telah mati di
bawah tumpukan batu.
Setelah keliling ke beberapa rumah
warga, aku, pak Ajum dan Bu Lurah akhirnya mendapatkan 11 siswa yang akan masuk
di PAUD yang dicetuskan untuk desa kutakarang ini. Sepulang dari kegiatan ini,
kami pulang kembali dan sekali lagi bertemu dengan hewan melata yang sangat
berbahaya ini. Kali ini ukurannya lebih besar dari yang sebelumnya, tapi
Alhamdulillah untung ada pak Sapri yang betul – betul sigap dalam menghadapi
hal yang seperti ini. Beliau lalu mengambil sebatang kayu kecil untuk membunuh
hewan melata ini, sebelum memakan korban, sebab sudah ada beberapa warga di
desa sebelah yang meninggal akibat di pitok oleh ular tanah seperti yang kami
temukan malam ini. Mudah – mudahan tak terjadi apa – apa dengan kami hingga
tiba di rumah nanti. Aamiin.
Komentar
Posting Komentar