RS BERKAH PANDEGLANG
18 Februari 2015
Pagi dengan
suasana rumah sakit yang telah lama tak kurasakan. Dulu, aku paling sering
menginap di rumah sakit, sekedar untuk merawat keluarga, sahabat bahkan
keluarga dari sahabatku, hingga berhari – hari lamanya. Kini aku rasakan
kembali perasaan itu, sejak kemaren sore aku berada di Rumah Sakit Cikenong
yang saat ini telah berubah nama menjadi Rumah Sakit BERKAH Pandeglang.
Aku teramat bersyukur dipertemukan
terhadap orang – orang kampung Kutakarang yang sangat ramah terhadapku, saat
aku tak memiliki apa – apa, tapi aku bisa merasakan inilah indahnya
kekeluargaan, walau pun terkadang aku sadar diri, siapalah aku ini, hanyalah
pendatang baru yang dari kampung halaman, jika salah dalam aku bertindak bisa
jadi aku tak pulang ke daerahku.
Pagi ini, kembali lagi pak lurah mengajak
ku untuk sarapan, beliau mentraktirku, seperti itulah ceritanya. Sebetulnya aku
segan dengan hal seperti ini, tapi apa mau dikata, beliau selalu memberikan ku
yang terbaik. Traktir ini dan itu, sungguh nyaman hidupku ini, pikirku dalam
hati.
Setelah sarapan, waktu ku habiskan
menemani pak Ajum di ruang perawatan, karena aturan di rumah sakit ini yaitu
pengunjung yang menemani pasien cukuplah satu orang saja dan yang lainnya boleh
menunggu di luar gedung perawatan. Aku teringat dengan kondisi di kendari, di
sana jika di rumah sakit, minimal dua orang yang menemani pasien, hal ini
dikarenakan takut ada apa – apa dengan pasien jadi ada yang menunggu, dan ada
yang cari untuk ketemu dengan dokter atau perawat. Atau ketika ada yang
mengantri untuk mengambil obat dan masih ada yang menunggu pasien di ruang
rawat inap. Nah, jadinya minimal 2 orang yang menunggu pasien, tapi di sini aku
menemukan hal yang berbeda, yang di bolehkan hanya satu orang saja. Ada lai hal
lain yang aku anggap sebagai sesuatu yang ganjal, yaitu saat pasien atau
keluarga pasien di panggil untuk mengambil resep dokter di ruang perawat,
bukannya perawat yang datang membawakan, melainkan keluarga pasien yang datang
ke perawat setelah perawat atau petugas rumah sakit berteriak memanggil mereka
satu persatu. Hal lain yaitu tidak adanya papan informasi untuk para penjenguk
dan para perawat pun merasa kesulitan saat memantau pasien karena tidak adanya
data antara nama pasien dan kamra apa yang di gunakannya.
Banyaknya keganjalan yang aku rasakan di
rumah sakit ini, mengantarkanku untuk menilai bahwa rumah sakit ini bertipe “C”
dimana dari segi administrasi yang masih belum memadai. Aku tak mau terlalu
terlarut dengan kondisi rumah sakit yang serba membuatku ganjal. Saatnya
mengantri obat, aku coba untuk ikut dengan pak lurah sekedar untuk menemaninya.
Mulai pukul 11 siang hinggal pukul setengah 2 siang obat baru bisa aku terima.
Sekitar dua jam 30 menit lamanya aku mengantri obat. Entah mengapa hal ini bisa
terjadi, padahal setelah aku perhatikan di balik kaca bening tersebut berdiri
puluhan orang yang sedang mencari obat, pakah orang – orang tersebut kurang
banyak untuk membantu menyiapkan obat para pasien? Pikirku dalam hati.
Waktu beranjak siang, aku pun di berikan
pilihan dari pak lurah untuk diajaknya pulang ke ciabaliung, aku pun sedikit
bimbang ketika di ajak untuk pulang, sebab aku baru sehari di RS menemani pak
Ajum dan aku pun tak memiliki cukup dana untuk pulang ke cibaliung. Terpikir
untuk menghungi kak Heri dan mba Nur, berharap ada solusi. Tapi ketika aku
menghubungi mereka, tak ada satupun yang mengangkat telpon dariku. Akhirnya aku
putuskan untuk ikut dengan pak lurah, apapun konsekuensi yang akan aku terima.
Sembari terus mencoba menghubungi kedua temanku itu.
Hingga akhirnya aku tiba di cibaliung,
pak lurah yang membayarkan ongkos mobilku tadi dan sekarang pak lurah pula yang
mengajakku untuk makan. Aku betul – betul tak bisa bayangkan tanpa pak lurah.
Hehehe, boleh di kata seharian aku bersama pak lurah. Hingga akhirnya aku
berpisah dengan beliau di perempatan pasar cibaliung. Aku masih menunggu
temanku untuk menjemputku menuju kerumah mba Ulfa, yang jaraknya cukup jauh.
Maghrib aku tiba di rumah mba Ulfa, dan telah bertemu dengan mba Nur, mba Sasni
dan mba Ulfa. Tak berselang lama, kak Heri dan mba Anti pun tiba. Jadilah temu
kangen tim ku ini komplit jadinya. Banyak pengalaman dan cerita yang
tergambarkan dari perjalanan kami selama ini di daerah penempatan, hingga akhirnya
aku tertidur saat mba Ulfa sedang menceritakan kisahnya di penempatan. Aku tak
sadar jika tertidur, mungkin karena aku merasa kelelahan yang menderaku begitu
lama. Waktunya aku istirahat untuk hari ini.
Komentar
Posting Komentar