LAYAKNYA PEGAWAI BANK
16 Februari 2015
Hari ini tidak
seperti hari biasanya, aku terjaga lebih awal mengingat bahwa pak Ajum sedang
berbaring lemas menahan penyakit radang lambungnya yang siap kapan saja bisa
kambuh menyerangnya. Tak tanggung – tanggung, pukul 02.00 dinihari penyakit
beliau kambuh dan membuatku jadi khawatir kembali.
Hingga subuh menjelang, akhirnya pihak
keluarga sepakat untuk membawa beliau berobat ke daerah kecamatan agar
mendapatkan pengobatan yang lebih baik lagi. Aku betul – betul tak mampu
berbuat banyak, setidaknya aku bisa membantu dari segi biaya, tapi apa mau di
kata, aku pun saat ini lagi tak memiliki biaya sama sekali. Tanggal 25 yang
akan aku tunggu, berharap bisa membantuku dalam menghadapi persoalanku saat
ini.
Pak Ajum di bawa menggunakan mobil pick
up, karena kondisinya yang begitu mengkhawatirkan. Sempat ia meminta maaf
kepadaku jika ia memiliki salah, seperti pesan – pesan terakhir saja pikirku
mulai membuatku khawatir. Aku tak konsentrasi dalam bekerja, apa pun itu, entah
pikirinaku menerawang jauh kemana – mana tak tentu arah.
Di sekolah pun demikian, aku masih saja
khawatir dengan keadaan pak Ajum, dan terakhir aku mendapatkan kabar bahwa,
beliau di rujuk ke Pandeglang, guna mendapatkan perawatan yang lebih baik lagi.
Dan sekali lagi aku hanya bisa mendoakannya dari jauh demi keselamatannya.
Aamiin.
Hari ini aku memakai busana yang tak
biasa. Kemeja lengan panjang warna krem dan memakai dasi. Busana yang menurut
orang kampung sangat mencirikan orang kota. Tak khayal mereka mengatakan diriku
sebagai layaknya pegawai bank. Aku sedikit kikuk dan malu juga ketika bahasa
seperti itu muncul dan menendang telingaku.
Di ruang guru pun, pembahasannya sangat
berbeda, lebih berat dari biasanya, membahas mengenai otak kanan dan otak kiri.
Dan kepala sekolah pun tertarik dengan apa yang kami bahas. Di kelas pun aku
melakukan observasi terhadap pengajaran yang dilakukan oleh guru senior. Banyak
yang bisa aku ambil hikmahnya.
Komentar
Posting Komentar