TUGASKU DI SEKOLAH
12 Februari 2015
Sejak malam aku
sudah membayangkan untuk keesokan harinya akan seperti apa, ibarat sutradara
yang telah mengetahui alur ceritanya. Aku membayangkan akan mencari masalah
yang terjadi di kelas 5, tempatku akan melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas
(PTK).
Tapi hari ini, semua di luar prediksi.
Aku tak jadi masuk ke dalam kelas 5, malahan karena pak Ajum lagi sakit,
makanya aku diminta untuk menangani kelas 2 yang ada jadwal matematikanya. Ya
mau tak mau aku mesti ke kelas tersebut, tapi aku bawa santai saja, toch ini
bukan pengalaman pertamaku di kelas rendah, dulu pernah saat magang di SDN
Lebakwangi.
Terkadang aku merasakan rindu pada
keluargaku, ingin sekali aku bertemu dengan mereka, tapi aku tak boleh cengeng,
“ini baru start Wawan” batinku
menyemangatiku, walaupun tak jarang aku bermimpi telah pulang kek Kendari,
kembali ke sana dengan suasana yang ceria. Kadang pula aku rindu dengan sahabat
– sahabatku yang ada di Kendari dan kadang pula ingin menegur sapa kepada
pemilik hati ini saat dulu kala, tapi ragu yang memuncak mengalahkan rasa rindu
itu. Pernah juga aku kangen pada semua teman – teman Sekolah Guru Indonesia
(SGI) yang telah tersebar kemana – mana, termasuk aku juga demikian. Jangankan
yang jauh, yang dekat saja-teman di Pandeglang-sangat aku rindukan, tapi aku
takut ketika bertemu mereka, takut untuk berpisah lagi, karena merekalah saat
ini keluarga yang paling dekat denganku. Terkadang ketika rindu itu memuncak,
hanya aku pandangi hp ku yang tak dapat sinyal, untuk mengobatinya aku hanya
melihat foto – foto yang ada saja, semua sosial media tak berfungsi di tempatku
ini, namun itu semua tak boleh menyurutkan semangatku, masih banyak hal yang
bisa aku lakukan, baca Qur’an, baca buku, main game, nonton dan keliling desa,
ya walaupun nanti pas pulang merasa kelelahan tak tak bisa ngapa – ngapain.
Hehehehe
Bel panjang berbunyi, saatnya aku masuk
di kelas 2, dari jauh siswa itu telah gembira melihatku datang, “pak Sapto yang
masuk, asyiik..” kata salah seorang siswa ketika melihatku melangkahkan kaki
menuju kelasnya. Di depan pintu pun seketika langsung aku menyapa mereka dengan
salam. “Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh”, “Waalaikum salam
Warahmatullahi Wabarakatuh” jawab mereka. “Boleh Bapak masuk?” tanyaku sesaat
belum masuk kelas. Serentak mereka pun menjawab “iya pak, boleh”.
Iya seperti itulah yang aku rasakan saat
memasuki kelas rendah, aku senang dengan senyum mereka, senyum ikhlas yang
polos dan tak memiliki maksud apa – apa dari senyuman itu, senyuman tulus dari
hati yang paling dalam. Di awal aku memberikan motivasi dan permainan kecil –
kecilan, agar mereka merasa senang dan bahagia saat mendapatkan pelajaran
nanti. Berhubung materi untuk hari ini yaitu penjumlahan dan pengurangan,
makanya aku memberikan ice breaking,
“Nyanyian Kupu – Kupu” yang kurang lebih seperti ini liriknya
LIMA JARI TANGAN KANANKU
LIMA JARI TANGAN KIRIKU
KU GABUNG JADI SATU
SEMUANYA SEPULUH
JADILAH KUPU – KUPU
KUPU
– KUPU TERBANG TINGGI
BUNGA – BUNGA DI HINGGAPI
BUNGANYA WARNA – WARNI
SUNGGUH INDAH SEKALI
KUPU – KUPU CANTIK SEKALI
Sembari memberikan gerakan – gerakannya,
mereka sangat senang keliatannya, akupun bahagia melihatnya. Kemudian aku
memberikan materi sesuai dengan jadwal hari ini. Di pertengahan materi pun aku
memberikan tepuk Upin Ipin agar mereka bisa senang dan tak merasa kesulitan
dalam menjawab soal yang aku berikan, sebab seyogianya anak kelas rendah mesti
banyak permainannya dalam belajar, dan inilah yang aku lakukan, banyak
melakukan permainan di sela – sela belajar.
Hingga akhirnya akupun memberikan mereka
lagu “Tugasku di Sekolah” dengan gerakannya aku pandu siswa bernama Egi dan Nandi,
siswa yang memiliki sifat kinestetis itu selalu senang ketika aku mengajari
mereka Ice Breaking karena ada
gerakan – gerakannya.
Selepas dari kelas 2, aku duduk nyantai
di ruang guru, sembari masih dengan laptopku yang terus – terusan aku nyalakan
karena membuat tugas yang masih banyak belum terselesaikan. Banyak guru – guru
yang masih memandang aku sebelah mata, sebab seringnya aku puasa sunah, bagi
mereka itu terlalu rajin. Aku hanya diam ketika mereka mengutarakan hal itu,
belum mampu aku menyagah mereka, takut menggurui nantinya.
Selepas pulang sekolah pun aku
disibukkan dengan segabrek buku yang selalu ingin aku baca, jika mata telah
lelah, barulah aku berhenti untuk menggantinya dengan kesibukan lainnya. Dan terkadang
perutku pun terasa sakit, tak mau dia mengalah dan tak mau ketinggalan dalam
mengisi hari – hariku. Aku hanya bisa berprasangka buruk, semoga penyakitku
sebagai penggugur dosa – dosaku yang lalu. Aamiin.
Komentar
Posting Komentar