INSYA ALLAH SEHAT
6 Februari 2015
Aku terbangun
tengah malam, merasa kesakitan dengan apa yang kurasakan saat ini, penyakitku
kurasakan semakin tak bisa diajak kompromi. Aku khawatir dengan keadaanku saat
ini. Tapi aku percaya kepada Sang Pencipta bahwa rintangan yang diberikan
kepada hambanya tak luput dari kemampuan hambanya itu sendiri.
Pagi ku bangun masih juga merasa sakit,
padahal telah meminum obat yang diberikan oleh mba Fitri Setyo Ningrum, atau
mungkin belum bereaksi saja ya, pikurku penuh tanya. Tapi apa pun itu aku terus
berusaha agar lebih baik lagi, Insya Allah aku sehat.
Hari ini bertepatan dengan tanggal lahir
dari mba Ulfa Wardani, sengaja aku dan kak Heri untuk tidak memberikan selamat
Ulang Tahun, sebab nanti rencananya kami akan mengucapkannya langsung saat
semua tim ketemu diakhir bulan. Disekolah aku mulai menerapkan Operasi Semut
yang akan membuat sekolah menjadi sehat dan bersih. Kegiatan kecil tapi Insya
Allah bisa memberikan manfaat bagi setiap warga sekolah.
Operasi Semut mulai ku modifikasi
sedikit, hari ini kucoba untuk memberikan tambahan diakhir kegiatan, yaitu
dengan cara salah satu dari siswa akan memimpin doa sebelum masuk ke kelas
masing – masing. Dan untuk berikutnya akan aku modifikasi kembali sesuai dengan
kondisi yang kualami di sekolahku, SDN Kutakarang 1.
Diakhir kegiatan operasi semut, setelah
semua siswa melaksanakannya, dan setelah doa yang dipimpin oleh Kokom
Komalasari, siswi kelas 6 yang merupakan ketua kelas 6, mewakili kelasnya untuk
memimpin, dan untuk berikutnya akan di lanjutkan oleh kelas 5 lalu kelas 4 dan
kembali lagi kelas 6. Inilah kebiasaan awal yang akan aku berikan kepada
mereka. Dan segera saja aku membiasakan mereka untuk mencuci tangan sebelum
masuk, sontak saja aku kaget bukan kepalang, ternyata lokasi mereka untuk
mencuci tangan itu adalah di sungai, aku tak habis pikir mereka bakalan
menggunakan air sungai untuk mencuci tangan, sementara air sungai tersebut
sangat keruh dan keliatan kotor. Semoga saja mereka nantinya bisa tersadar
dengan apa yang mereka lakukan.
Setelah selesai dalam melaksanakan
operasi semut, akupun masuk dalam ruang guru, di sana aku berjumpa dengan para
guru yang sedang asyik dengan obrolannya di pagi hari, ada pak Umar, pak Deden,
pak Ajum, Bu Iin, pak Uci, pak Aneng dan pak Sapri. Pagi ini sengaja aku tak
mau ikut bergabung untuk mengobrol, karena aku ingin merekap target apa saja
yang akan aku lakukan selama sebulan ini. Setelah tulis kanan dan tulis kiri,
akhirnya aku dapatkan sekitar 11 target yang akan dicapai untuk bulan ini,
sungguh banyak juga dalam pikirku, belum lagi kondisi badan ini yang belum
sepenuhnya optimal.
Disela – sela kesibukanku, aku
perhatikan dua orang siswa kelas 5, Sainta dan Rohim lagi sibuk dengan pena di
tangannya mencatat soal yang dibacakan oleh gurunya, pak Umar, sebagai bahan
belajar untuk mempersiapkan olimpiade mereka esok hari di kecamatan. Tak tega
aku melihatnya, aku pun menghampiri pak Umar dan mulai bercakap, “pak apa
soalnya hanya satu ya?”. “iya pak Sapto, hanya ada ini, dan sudah ada jawabannya
kecuali di ketik lagi pak Sapto terus di print” kata pak Umar. Akupun langsung
menawarkan jasa, “bagaimana jika saya yang ketikkan pak, nanti bapak coba
perbaiki printnya?”. “oke pak, cucok”
kata pak Umar dengan gaya bicaranya yang khas.
Aku mulai mengetik, soal yang aku ketik
ternyata lumayan banyak juga, totalnya ada 50 soal dan beberapa berbahasa
Inggris. Inilah soal Sains tahun lalu, sungguh luar biasa, di daerah seperti
ini, soalnya menggunakan bahasa Inggris. Lumayan lama aku mengetik soal
tersebut, ditambah lagi aku mesti memasukkan gambar yang aku desain sendiri
dari insert shapes yang ada di word tempat aku mengetik. Setelah semua selesai,
aku berikan kepada pak Umar untuk di cetak. Namun sayang seribu kali sayang,
niat hati mau mencetak minimal 3 dari soal tersebut, malah yang mampu di print
hanya 1 rangkap. Karena printernya sedikit macet. Ya tapi kami telah bersyukur
bisa mencetak soal tersebut, walaupun hanya satu rangkap, minimal ada yang
digunakan oleh anak tersebut untuk belajar dan hasil ketikanku tak sia – sia.
Sepulang dari sekolah, tak lupa aku
mengingatkan kepada kedua siswa yang akan mengikuti lomba esok hari, agar nanti
sore datang di rumah untuk belajar membahas soal yang baru saja aku cetak tadi
bersama pak Umar.
Hari ini, hari jumat pertamaku di
kampung ini, aku mendadak khawatir saja setiap hari jumat menghampiriku, takut
hal yang sama terjadi seperti apa yang dialami oleh seniorku terdahulu di
daerah penempatan, yaitu menjadi khatib jumat. Aku masih merasa belum pantas
untuk menjadi khatib dan itu selalu menghantuiku. Alhamdulillah di kampung ini
telah ada imam dan kiai nya yang secara bergiliran melakukan ceramah tiap
jumatnya. Beliau bernama Pak Masli, salah satu tokoh pemuka agama dikampung
ini, beliau juga penghulu di kampung ini dan juga sebagai paman dari pak Ajum,
tempat aku tinggal.
Aku sedikit heran dengan kondisi
masyarakat di kampung ini, anak seusia anak SMP belum dipaksakan untuk shalat
jumat, katanya sich masih kecil, lalu akupun sontak mengatakan, “Pak anak kelas
6 aja sudah wajib loch, apalagi yang
sudah lulus SD”. Lalu mereka hanya diam seribu bahasa. Saat setelah shalat
jumat pun aku merasa kaget, biasanya yang aku alami selama ini, ketika selesai
shalat jumat, maka selesailah agenda shalat jumatnya, tapi kaliini yang aku
rasakan si kampung Sodong Gantung ini
berbeda, setelah shalat jumat, semua orang berdiri kembali, akupun di bisikkan
oleh pak Ajum “ayo pak shalat dhuzur sekarang, langsung lanjut” aku pun sangat
kaget, kok shalat dhuzur lagi?padahal shalat jumat itu kan pengganti shalat
dhuzur, pikirku berkecamuk dalam benakku.
Tiba di rumah aku pun mengutarakan rasa
penasaranku sewaktu di mesjid dan jawabannya simpel saja tapi saya masih
sedikit ragu. Alasannya itu “pak di sini itu belum cukup 40 orang yang bisa
jadi imam, jadi setelah shalat jumat di lanjutkan shalat dhuzur” begitu timpal
pak Ajum. Aku hanya mengangguk saja dan nanti ketika berjumpa dengan kak Heri
akan aku utarakan, apa yang aku rasakan ini, pengalaman baru yang kutemukan
bertepatan dengan ulang tahun mba Ulfa.
Pasca shalat jumat kali ini, banyak
sekali yang berkunjung ke rumah tempat aku tinggal, termasuk ketua komite yang
dahulu telah aku datangi rumahnya, pak Janur dan ada juga saudara pertama pak
Ajum, aku belum tau namanya, mereka bersama pak Masli, kiai yang aku katakan
tadi. Dan di situlah aku berkenalan dengan pak Masli, beliau banyak menanyakan
asal usulku dan mengenai kegiatanku di kampung ini. Kami banyak berbincang dari
yang ringan hingga yang berat. Dan tak lama kemudian beliau pamit untuk pulang
dan tak lupa mengajak aku untuk main ke rumahnya.
Tamu silih datang dan pergi aku sedikit
malu rasanya, belum sempat mengunjungi mereka, malahan aku yang di kunjungi.
Setelah tadi, pak Janur, pak Masli dan saudara pak Ajum yang datang berkunjung,
kini giliran ketua BPD atau Badan Pengawas Desa, pak Aang namanya, beliau masih
muda, energic dan semangat tinggi. Sama halnya dengan yang sebelum –
sebelumnya, beliau pun menanyakan asal usul ku dari mana, kegiatan ku apa saja
dan sebagainya, layaknya seorang wartawan yang meliput berita.
Selepas kunjungan beberapa orang
tersebut, aku pun bersiap untuk mengajari kedua siswaku yang akan mewakili
sekolahnya dalam kegiatan olimpiade tingkat kecamatan esok. Kami membahas soal
olimpiade tahun lalu. Akupun sembari mengingat ilmu yang sudah lama tersimpan
rapi di rak lemari otakku di sudut ruangan yang gelap. Sedikit susah aku untuk
mengambilnya, ini akibatnya aku sudah lama tak menggunakannya. Jadi sembari
mengajar, akupun belajar. Inilah metode yang paling banyak orang lakukan.
Belajar kami tak begitu lama, selepas isya kami istirahat dan siap untuk
mengikuti lomba esok harinya.
Komentar
Posting Komentar