THE FIRST MEET
19 Januari 2015
I Love Monday, inilah
sloganku hari ini. Hari pertamaku di kampung Sodong Gantung Desa Kutakarang
Kecamatan Cibitung Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten Negara Indonesia Asia
Tenggara benua Asia Bumi Galaksi Bima Sakti Angkasa Raya.
Hari pertama yang
selalu membuatku deg – deg an dalam
keadaan apapun, bahkan setiap orang pun pasti merasakan hal yang sama. Ada
pepatah mengatakan “kesan pertama sangat
menentukan dan berkesan”. Hal ini yang selalu mengingatkanku ketika akan
melalui skenario ini. Baik atau buruknya hari – hari kedepanku di tentukan saat
jumpa pertama.
Hari ini aku akan ke
sekolah, bertemu dengan para guru – guru hebat dan bertemu dengan para siswa –
siswi berbakat yang akan melukis wajah Indonesia kedepannya. Sempat terbersit
di benakku, khawatir jika nanti aku akan memberikan kesan buruk di awal jumpa.
Semua persiapan telah aku lakukan, hingga sepatu butut ku pun telah aku siapkan
di depan rumah, walau pun sebetulnya sepatu ku ini tak layak digunakan di medan
yang seperti ini, jalanan yang becek dan berbatu bukan menjadi gaya di jalur
sepatu ku ini, yang telah menemaniku selama 5 bulan terakhir.
Kelas pertama aku
masuk, di kelas 6, dengan jumlah siswa yang tak begitu banyak, masih bisa ku
hitung dengan jari tangan dan kakiku, genap berjumlah 20 orang, terdiri dari 13
orang laki – laki dan 7 orang perempuan. Keliatan mereka sangat malu dan segan
terhadap orang baru, seperti saya ini. Orang asing di mata mereka. Aku pun
mencoba untuk mencairkan suasana, dengan memberikan salam pembuka berulang –
ulang agar mereka bisa terbiasa dengan gaya dan intonasi yang aku berikan,
kadang keras kadang pula lembut, tapi telah aku tekankan agar mereka tetap
semangat dalam melakukan apapun.
Aku memperkenalkan diri
kepada mereka, seperti biasa, “nama bapak itu panjang, tak mungkin kalian ingat
saat ini, nama lengkap bapak adalah Sapto Prio Wawan Hadi Wibowo, kalian bisa
panggil bapak Sapto saja, tak usah panjang – panjang. Saya berasal dari kota
Kendari, Sulawesi Tenggara, jauh dari pulau Jawa. Ada yang tau gak dimana itu
pulau Sulawesi?”. Karena tak ada peta Indonesia di kelas tersebut, sehingga aku
mengibaratkan dengan peraga dari tanganku, membentuk huruf “K” dengan
mengangkat jari telunjuk, jari tengah dan jempol, untuk menganalogikan pulau Sulawesi.
Mereka pun keliatan sangat antusias melihat aku memeragakan pulau sebagai jari
tangan ku. Aku bahagia melihat mereka, senyum mereka merekah dalam raut wajah
generasi masa depan negeriku ini.
Aku merasa berdosa ketika
aku menceritakan kisah hidupku belum bisa seperti saat ini, diantara mereka ada
yang mengeluarkan air mata, mungkin teringat dengan ayahnya, karena saat itu,
aku mengucapkan bahwa ayahku pun telah tiada, anak itu bernama Atang, cita –
citanya sungguh mulia, ingin menjadi seorang kiai yang tersohor di desanya,
semoga engkau tetap istiqomah dengan cita – citamu. Aamiin.
Kelar dari kelas 6, aku
pun mulai berinteraksi dengan para guru di ruang guru, bertemu dan bercengkrama
dengan pak Tuhri, pak Aneng, Pak Umar, pak Sanusi, bu Aneng, bu Iin dan pak
Ajum. Bahas asal aku dari mana, latar belakang aku yang seperti apa dan
sebagainya, layaknya seorang polisi yang sedang mengintrogasi seorang penjahat
di ruang kantor kepolisian, cuman
senangnya, aku bukanlah seorang penjahat, hanya seorang relawan pedidikan
dengan niat yang banyak, tulus dan ikhlas.
Tepat pukul 12.00
tengah hari, bel panjang berbunyi, tanda bahwa pelajaran di sekolah telah usai,
siswa – siswi pada berlarian untuk bergegas pulang ke rumah mereka. Aku dan
para guru di sekolah ini pun segera untuk pulang ke rumah. Siang ini aku tak
pergi kemana – mana, kata pak Ajum, ia menyarankan agar aku istirahat dahulu,
besok baru pergi untuk melakukan kunjungan ke beberapa tokoh masyarakat.
Hari ini aku bisa
merasakan tidur siang dengan nyenyak, sudah lama rasanya aku tak merasakannya,
nyaman, tentram dan terasa damai aku tidur kali ini. Sungguh masa – masa indah
pikirku. Tapi tak lama aku tidur, aku sadar diri dengan keadaan ku saat ini,
aku tinggal dengan seorang guru yang baru saja aku kenal, belum cukup 24 jam
lamanya, tapi beliau begitu baik padaku, aku bersyukur di perjumpakan padanya,
sungguh rejeki yang tak ketulungan, semoga Allah membalas segala kebaikannya.
Malam hari aku mulai
asyik bercerita dengannya, di tambah lagi aku bisa bercerita dengan seorang
guru senior bernama pak Sapri, beliau guru baru juga di sekolah tersebut, tapi
lebih tepatnya beliau kembali lagi, berhubung belasan tahun silam, beliau
adalah guru di SD ini dan sekarang balik lagi di tugaskan di sekolah ini,
terasa seperti nostalgia saja. Dan ternyata, pak Ajum merupakan salah satu
murid dari pak Sapri, sekarang menjadi rekan guru yang sama – sama mengajar
untuk generasi selanjutnya yang akan memimpin bangsa ini menjadi lebih baik
lagi. Kami berbincang mengenai banyak hal, mulai dari pendidikan, politik
hingga masalah cinta. Dan menariknya, setiap membahasa masalah yang satu ini,
selalu asyik dan nyaman. Sungguh cinta itu baik adanya, apalagi di barengi
dengan cinta kita kepada sang pencipta, Allah Wa Jalla.
Komentar
Posting Komentar