START AWAL DI NEGERI BADAK Bagian 2
18 Januari 2015
Pagi ini berbeda dengan
pagi sebelumnya, pagi indah di penginapan Karunia memberikan nuansa baru dalam
perjalanan menuju daerah penempatan. Hari ketiga dalam perjalanan membawa para
relawan guru muda di daerah pelosok menjadi agenda baru bagi Instruktur Manajemen
Muda Saudari Heni Damanik, asal Medan – Sumatera Utara.
Seperti biasa, kami
bersiap untuk berangkat mengantar kak Heri dan diriku, hanya saja, hari ini
sedikit berbeda dari sebelumnya, pagi ini ada sesuatu yang berbeda, ada hikmah
dibalik semua kegiatan kita. Pagi ini kami berenam berbincang – bincang dengan
para anggota TNI-AD yang Insya Allah akan membantu kami selama di penempatan,
sungguh perbincangan yang menarik pagi ini. Setiap niatan baik pasti ada orang
baik yang selalu datang untuk memberi pertolongan.
Setelah berbincang
dengan para anggota militer tadi, kami melanjutkan lagi perjalanan menuju
lokasi kak Heri. Jauh rasanya perjalanannya, hingga kami di haruskan untuk mendorong
mobil Suzuki APV yang dipiloti oleh pak Neming. Lumayan susah juga mendorong
mobil, berat rasanya tapi inilah kenyataan kawan selalu ada suka maupun duka.
Hingga akhirnya, kak Heri pun di jemput untuk ke daerahnya, karena mobil tak
bisa masuk hingga ke daerahnya. Tapi ada hal yang unik kali ini kawan, kami
ketemu dengan anggota dewan untuk tingkat kabupaten Pandeglang dan tingkat
Provinsi. Belakangan kami tau bahwa mereka bernama Agus Lukman dan para
pengawalnya untuk melaksanakan pertemuan dengan para tokoh masyarkat di
kecamatan Cibitung. Sungguh ngobrol yang baik. Tetap ingat, ada himah di balik
semua yang kami lakukan. Insya Allah tetap Istiqomah di jalan-Nya. Aaminn
Setelah mereka pergi ke
tempat mereka tuju, tak lama kemudian kak Heri pun berangkat bersama dengan
penjemputnya dan kak Heni pun mengikuti kak Heri, sebagai bentuk tanggung
jawabnya sebagai manajemen baru Sekolah Guru Indonesia. Kini aku, Nur, Anti dan
pak Neming menunggu mereka kembali di depan sebuah warung sederhana milik warga
lokal yang sangat ramah.
Setelah sekian lama
menunggu, akhirnya mereka pun tiba di saat kami berempat sedang menyantap makan
siang kami, yaitu semangkuk mie goreng buatan ibu warung yang kami singgahi.
Lambung pun telah terisi saatnya melanjutkan perjalanan untuk mengantarku ke
lokasi penempatan, SD Negeri Kutakarang 1. Sekitar 2 jam perjalanan baru aku
tiba di rumah kepala sekolah tempatku akan mengabdi selama setahun, berjumpa
dengan Pak Dudu, nama kepala sekolahku, beliau begitu ramah dan baik hati.
Kemudian aku bertemu dengan salah seorang guru yang bernama Pak Sanusi, beliau
guru kelas 6, guru pertama yang membantuku hingga ke tempat tinggalku.
Jarak antara rumah
kepala sekolah ke sekolah lumayan jauh juga, sekitar 5 hingga 6 km, dengan
kondisi jalanan yang becek dan berbatu. Sulit ditempuh dengan kendaraan roda
empat maupun roda dua, jangankan memakai kendaraan, jalan kaki pun terasa sulit.
Sungguh ironi sekolah di pelosok.
Hampir maghrib, aku dan
rombongan baru tiba di rumah tempat tinggalku, rumah yang ditempati oleh Pak
Ajum, salah satu guru di SD tempatku mengabdi, orangnya ramah, baik dan
terkenal sebagai master memasak. Untuk mencapai rumah pak Ajum, mesti jalan
kaki sekitar 1 hingga 1,5 km dari lokasi penyimpanan kendaraan, karena
kendaraan roda empat tak bisa sampai di sekolahku, hanya bisa menggunakan roda
dua, itu pun digunakan hanya ketika musim kemarau, jika musim hujan kayak ini
sulit untuk dilalui, kecuali bagi mereka yang telah mahir dan terbiasa.
Barang bawaanku pun di
bantu oleh rekan – rekanku yang lain dan juga dibantu oleh pak Sanusi, beliau
menjunjung koperku dipundaknya. Bukan main beratnya koperku yang berisikan
pakaian dan buku – buku yang akan menemaniku selama setahun di tempat ini.
Setibanya aku di rumah
pak Ajum, kami di suguhi oleh mangga dan air minum, sungguh nikmat rasanya,
udah lama tak merasakan buah mangga seperti ini. Menjelang maghrib, teman –
temanku dan para rombongan bergegas untuk melanjutkan perjalanan kembali,
meninggalkanku di sini untuk berjuang melawan kesendirian dan berjuang untuk
berteman dengan lingkungan baru, kondisi baru, kebiasaan baru, adat istiadat
yang baru dan orang – orang yang baru pula. Sungguh perpisahan yang
mengharukan, terbersit di raut wajah mereka, sungguh tak tega mereka
meninggalkanku di sini, rasanya ingin bersama mereka secara terus menerus, tapi
inilah kenyataan yang mesti kami alami, skenario Tuhan pasti ada hikmah di
balik apa yang kami alami.
Komentar
Posting Komentar