BACK TO VILLAGE
26 Februari 2015
Hari ini aku
menyelesaikan kegiatan di kampung Tagelan, hari terakhir yang penuh dengan
kenangan bersama teman – teman, banyak cerita aku torehkan di kampung ini,
mulai dari jalan kaki yang jauh, belajar burung origami, pengajian, hingga makan
madu asli dari sarangnya.
Pagi – pagi kami bergegas semua,
membereskan perlengkapan kami masing – masing. Bahkan kami sempatkan untuk
rapat kecil – kecilan, hingga aku sempatkan pula untuk menuliskan pesan kecil
di sebuah kertas putih, untuk seluruh teman – temanku agar mereka bisa memahami
maksud dari penempatan ini. Lumayan banyak juga aku tulis, mesti 6 tulisan yang
berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Bahkan untuk mba Maria pun aku
tuliskan, yang akan di kirimkan bersamaan dengan surat anak – anak dalam
program “Sahabat Pena”.
Hari ini kami akan kembali ke daerah
penempatan masing – masing, namun sebelumnya kami akan belanja kebutuhan kami
selama sebulan kedepan. Dari kampung Tagelan, kami di antar oleh 5 kendaraan
dari guru – guru dan siswa PSG di MTs Miftahul Huda Tagelan. Kami sangat
bersyukur dengan adanya bantuan tersebut, sehingga kami bisa lebih cepat sampai
di pasar Sukajadi yang berada di kecamatan Ciabaliung.
Setibanya di sana, kami pun berpencar
untuk memenuhi kebtuhan kami masing – masing, tak terkecuali aku. Namun, aku
dan mba Ulfa mesti mengirimkan surat Sahabat Pena ke Wakatobi Sulawesi
Tenggara. Biaya pengirimannya lumayan juga ternyata, dan surat kami mesti
menunggu hingga esok hari, sebab sudah melewati batas pengiriman harian, yaitu
pukul 10 pagi tiap hari kerja. Menjadi pengalaman baru lagi, jika nantinya mau
mengirim surat, mesti sebelum pukul 10 pagi. Nantinya akan di konfirmasi oleh
pihak kantor pos jika kiriman kami telah datang dari wakatobi.
Lama kami berbelanja, hingga selepas
ashar baru selesai. Dan kedua temanku dari Kecamatan Sindang Resmi ketinggalan
mobil hingga harus menunda kepulangan mereka ke daeraha penempatan. Lain lagi
nasib Uni Sasni dan mba Ulfa, mereka berdua di jemput oleh warga di kmpung
mereka masing – masing, sedangkan kak Heri ikut denganku.
Barang belanjaanku dan teman – temanku,
banyak sekali. Maklumlah untuk persiapan sebulan lamanya. Hingga aku putuskan
untuk menitipkan sebagian barang yang aku beli sama pak Deden, kebetulan beliau
lagi menemani suami bu Nunung di fotokopian, dan aku bertemu dengan mereka,
sontak saja aku menitipkan barang belanjaanku, agar esok aku tak kerepotan
dalam membawanya.
Aku, kak Heri, mba Anti dan mba Nur,
kuajak untuk menginap di rumah kepala sekolahku, agar esok hari bisa aku antar
ke rumah mereka menggunakan motor pak kepala. Setelah kita siap untuk berangkat,
terjadi perdebatan di perempatan pasar dengan tukang ojek yang tak mau
menurunkan biaya jasa ojeknya. “pak biasanya kan 20 ribu, kok sekarang 25 ribu,
turunlah sedikit pak” kataku sedikit merengek pada tukang ojek tersebut. Namun
mereka tak mau menurunkan biaya jasa ojek mereka, hingga akhirnya kami pun
sepakat dengan biaya 25 ribu rupiah tiap motornya dan kami cukup banyak
mengeluarkan biaya sebesar seratus ribu rupiah untuk 4 motor. Maghrib akhirnya
kami tiba di rumah pak kepala sekolahku, namun beliau lagi keluar, kami hanya
di sambut oleh ibu kepala sekolah dan anak pertama mereka.
Ketika lepas dari makan malam di sebuah
warung makan, kami berempat berjumpa dengan kepala UPTD kecamatan Cibitung, pak
Supratman atau biasa di panggil pak Maman. Beliau orangnya humoris dan banyak
bicara, kami sangat terhibur dengan kesan pertama di malam ini. Lama kami
bercerita dengan beliau dari sana hingga sini, dari yang serius hingga yang
candaan. Berbagi pengalaman dan saling share terkait bahasa dan wilayah yang
ada di Indonesia.
Komentar
Posting Komentar